Subsidi BBM Bikin APBN Jebol, Dilepas Rakyat Menderita
Mempertahankan harga BBM membuat anggaran subsidi energi membengkak. Akibatnya, anggaran negara dalam APBN meningkat drastis.
Menurut Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), Bhima Yudhistira, subsidi BBM sebenarnya adalah obat untuk menyembuhkan daya beli masyarakat. Apalagi menurutnya ada anomali yang terjadi pada inflasi Juni 2022 sebesar 4,35% yang merupakan inflasi tertinggi sejak tahun 2017.
“Inflasi Juni lalu merupakan anomali, tertinggi sejak 2017. Padahal pasca Lebaran, seharusnya inflasi turun. Jika inflasi pangan naik dan diikuti dengan pencabutan subsidi BBM, dampaknya bisa inflasi terlalu tinggi. Sementara itu, lebih dari 11 juta pekerja masih terdampak pandemi, seperti korban PHK dan jam kerja berkurang," ujarnya saat dihubungi detikcom, Minggu (3/7/2022).
Dengan kondisi saat ini, menurut dia, pemerintah harus memutar otak. Bagaimana menjaga daya beli masyarakat tetap terjaga, namun tetap menjaga anggaran negara tetap aman.
“Pemerintah Indonesia harus bisa melakukan berbagai cara, mulai dari memanfaatkan rejeki nomplok pendapatan harga komoditas untuk menambah subsidi hingga menunda proyek strategis untuk beralih ke subsidi BBM,” katanya.
Ekonom Senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam juga sepakat menahan harga BBM pasti akan menambah beban APBN. Namun, jika tidak terkendali, juga akan mendorong inflasi yang juga berbahaya bagi perekonomian.
“Pilihannya adalah menahan harga BBM bersubsidi dengan meminimalkan beban APBN. Caranya dengan mengatur distribusi BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Makanya pemerintah mencoba menggunakan aplikasi tersebut,” ujarnya. dikatakan.
Piter mengaku secara pribadi berpendapat bahwa menahan inflasi lebih penting daripada menjaga beban APBN. Menurut dia, APBN relatif aman karena pemerintah mendapat tambahan penerimaan dari kenaikan harga komoditas dan ekonomi mulai pulih sehingga mendorong penerimaan pajak.
“Sedangkan jika terjadi lonjakan inflasi akan menambah beban masyarakat miskin,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi belanja negara tahun ini menyentuh Rp 3.169,1 triliun.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dari target awal dalam APBN awal tahun sebesar Rp 2.714,2 triliun. Kemudian, target dalam APBN direvisi dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2022 menjadi Rp 3.106,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan belanja negara meningkat pesat, salah satunya karena kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi, terutama subsidi dan kompensasi energi.
Sri Mulyani memperkirakan hingga akhir tahun besaran subsidi akan meningkat menjadi Rp. 284 triliun. Padahal, target belanja subsidi dalam APBN pada awal tahun adalah Rp. 207 triliun.
Kenaikan tertinggi terjadi pada anggaran kompensasi bahan bakar dan listrik. Hingga akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mengeluarkan dana hingga Rp 293 triliun untuk biaya kompensasi energi. Padahal, pada awal tahun anggaran belanja kompensasi dalam APBN hanya mencapai Rp. 18,5 triliun.